Selasa, 03 Februari 2009

Berbagi dalam lapang maupun sempit

“ Rizki itu minnallah, b nisa….!”, ungkapan itu saya dengar dari seorang sahabat saya saya hampir 2 tahun lalu. Masih terekam dengan baik, bagaimana beliau dan keluarga menyambut saya dengan hangat, dan memperlakukan layaknya saudara. Pun ketika beliau menggunakan jasa saya untuk membekam beliau dan ibunya. Rizki yang beliau berikan membuat saya tercekat. Tidak berani menerimanya. Saya khawatir, ini menjadi bebannya.

Sungguh, berat sekali menerima pemberiannya. Walau memang tidak dilarang menerima upah dari bekam. Namun, saya lebih sering melihat keadaan ekonomi pasien sebelum akhirnya memutuskan untuk menerima / tidak uang tersebut. Saya sungguh takut, saudara / pasien sedang dalam kesulitan keuangan. Namun, saya menjadi beban untuk dibayar. Padahal membekam orang, sudah saya niatkan ibadah, untuk melestarikan sunnah rasul. Bisa meringankan beban / jalan menuju kesembuhan seseorang, saya sudah sangat bahagia. Walau ada yang tetap membayar, semata-mata untuk mengganti alat saja minimal.
Malam itu, dirumah bu ratna yang sangat sederhana saya membekam beliau dan ibunya. Dengan keikhlasan dan persaudaraan, saya tidak mengganggap beliau pasien namun kakak. Ketika hendak pamit, beliau tetap memaksa menyelipkan amplop pada saya. Sayapun menolak dengan lembut. Namun beliau memaksa, dan tersenyum menyadari keraguan saya. …dengan lembut berbisik…,“ rizki itu minnallah ukhti….”. Karena tak ingin beliau kecewa, saya terima amplop itu.

Sesampai dirumah saya buka,….subhanallah selama membekam ini adalah upah yang paling besar saya terima. Padahal saya tahu, bu ratna bukan keluarga yang mampu. Rumah beliau sederhana, selalu langganan banjir. Sebagai guru, gaji beliau tak seberapa bahkan sudah sering habis awal bulan untuk membayar biaya sekolah anaknya. Dan usaha suaminya juga belum bisa menghasilkan banyak utnuk keluarga.

Saya jadi kagum dengan sosoknya, bukan karena beliau memberi saya materi lebih. Namun mempelajari prinsipnya, yang tidak pernah kawatir tidak punya uang ketika bersedekah dalam jumlah yang besar. Momen berikutnya, ketika ada seorang teman kami wisuda S1. Kabar itu membuat beliau bahagia. Bu Ratna pun menyiapkan syukuran kecil-kecilan untuk teman tersebut, karena bu ratna tahu teman tersebut tidak punya dana untuk itu. Dengan membuat makanan yang banyak, beliau masak sendiri, bu ratna membawa ke sekolah dan membagi ke semua guru dan staff. Beliau tak lupa bilang, ini syukuran atas wisudanya teman tersebut.
Tampak sederhana, apa yang beliau lakukakan. Tapi buat saya yang tahu keadaannya, membuat terharu. Disaat dia ingin membahagiakan orang lain, motornya tengah tergadai dan dia tak bisa menebusnya. Karena tidak ada dana. Usaha suaminya pun sedang terancam bangkrut. Tapi dia selalu tersenyum dan berusaha menyenangkan semua orang. Akhirnya, saya tak tahan untuk diam. Sayapun bertanya:
“ Umi,…umi sedang kekurangan tapi kenapa malah umi membuat makanan yang banyak dan membagikan semua orang untuk syukuran si A ?”
Beliau menjawab dengan senyum tulus, “ justru itu bu nis, aku ingin bersedekah dalam lapang maupun sempit….”, kata beliau bijak.
Subhanallah, pribadi emas itu ada disini, bersama kita disekolah ini. Dia menjadi cahaya, inspirasi yang tak pernah habis. Suatu saat, saya tahu keadaannya sedang sangat kekurangan. Namun, dia tak pernah mengeluh. Tapi saya tahu dari sorot matanya. Ketika ada rizki, saya selipkan sebuah amplop padanya dan tertulis, umi, we’re family. Kita bersaudara dan jangan pernah menolak saya untuk saling membantu. Dengan haru kamipun berpelukan.

Tidak hanya sampai disitu, usaha kecilku untuk beliau. Sayapun becerita sedikit pada murid beliau mbak sri, tentang keadaannya. Dan subhanallah, esoknya disekolah b ratna bercerita dengan haru…:
“ Bu nis,…..kemarin ada yang mengantar bahan sembako dan makanan kerumah, padahal hari itu aku memang tak bisa belanja dan tak punya sebutir beraspun dirumah, alhamdulillah…”.
Saya tersenyum dan merangkul beliau, : “ Umi, itulah pertolongan Allah untuk umi dan keluarga, selama ini umi selalu bersedekah dalam lapang maupun sempit”.
Esoknya saya temui mbak sri, yang telah berbagi dengan ikhlas. Mbak sripun bilang, “ bu nis, kalo ada hal-hal seperti itu lagi share aja ke aku, aku suka bisa membantu teman…” , senyumnya tulus.

Ya Allah, saya yakin masih banyak hati-hati emas disekolah ini. Yang perduli, baik hati dan dermawan. Bukakan pintu rizki dan kasihmu selalu. Berilah sekolah ini keberkahan, sejahterakan saudara-saudara kami disini. Amin

Jakarta mendung ( 02 feb 09 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar